RUNTUHNYA MITOS KETIDAKBERDAYAAN

Setelah berhasil menggondol gelar juara AFC, kembali kita disuguhkan satu permainan yang sangat luar biasa oleh timnas sepak bola merah putih U-19, mengalahkan raksasa sepakbola Asia dari negeri Ginseng Korea Selatan, sehingga lolos ke putaran final kejuaraan Asia yang akan digelar tahun depan di Myanmar. Kemenangan ini sontak menyadarkan kita semua bahwa ternyata tidak ada hal yang mustahil bisa dicapai sepanjang kita focus dan konsisten mengejarnya. Sejarah buruk prestasi sepak bola Indonesia dijawab oleh Evan Dimas, Maldini Pali dan kawan-kawan dibawah asuhan pelatih Indra Safri dengan hasil yang sangat gemilang.
Melihat anak-anak Indonesia memainkan si kulit bundar kemarin seakan-akan kita tidak percaya dengan mental, skill, daya tahan, semangat, keyakinan, team work yang mereka perlihatkan, sampai-sampai seorang kawan nyeletuk tak percaya; " ini seperti nonton Barcelona saja, heran saya kok bisa ya". Celotehan ini muncul mungkin karena kita sudah terlalu lama terpuruk di dalam ketidakberdayaan prestasi sepak bola kita.
Tulisan ini ingin memberikan apresiasi kepada segenap pihak yang terlibat di dalam pengelolaan dan pengembangan Timnas U-19 terutama sang pelatih Indra Safri karena menurut penulis mereka semua adalah CRACKER (pematah/pemutus) mitos ketidakberdayaan sepakbola Indonesia ditengah percaturan sepak bola dunia.
Indra Safri adalah seorang pelatih (coach) yang benar-benar paham dan mengerti bahwa tugas utamanya sebagai pelatih bukan hanya sekedar mengajarkan teknik dan keterampilan bermain bola kepada anak-anak asuhannya, tetapi yang jauh lebih penting adalah melakukan self discovery yaitu mencari dan menemukan jati diri setiap individu yang ada pada teamnya dan mengeluarkannya sebagai potensi terbaik untuk mencapai prestasi gemilang.
Sebagai pelatih Indra Safri berhasil menghancurkan mitos ketidakberdayaan yang telah mengakar kuat di dalam persepakbolaan Indonesia yang penuh intrik, bahkan politis, dengan berbagai macam kepentingan yang sangat kontra dengan tujuan pencapaian prestasi. Indra safri Tahu persis bahwa masa lalu tidaklah sama dengan masa depan. Dia memulai dengan sebuah keyakinan kuat. Dia juga mengembangkan rasa pasti yang mutlak yang diberikan oleh keyakinannya, kemudian mendorong dirinya dan teamnya untuk mencapai apa saja (prestasi puncak), termasuk hal-hal yang dipastikan orang lain sebagai hal yang mustahil.
Salah satu tantangan terbesar dalam hidup ini adalah bagaimana cara kita mengatasi "kegagalan" dan "kekalahan". Bagaimana kita mengidentifikasi dan mengenal penyebabnya itulah yang akan menentukan keberhasilan kita ke depan. Seringkali kita dihinggapi anggapan tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki sebuah keadaan buruk. Bahkan ada yang mulai merasa bahwa segalanya percuma, bahwa kita tidak berdaya dan tidak layak, bahwa apapun yang akan coba kita lakukan , tetap saja kita akan kalah . Tapi, untuk seorang Indra Safri, Dia tahu penyebab keterpurukan sepak bola Indonesia, tahu solusinya dan dia bergerak mengatasinya.
Dr. Martin Seligman dalam bukunya, Learned Optimism menyatakan ada tiga pola anggapan spesifik yang membuat kita merasa tidak berdaya dan dapat menghancurkan segala aspek kehidupan kita. Ia menyebut ketiga kategori ini KEPERMANENAN, KEMENYELURUHAN, dan PRIBADI.
KEPERMANENAN adalah suatu anggapan bahwa semua masalah adalah sifatnya permanen, bahkan masalah kecilpun dianggap permanen. Begitu kita menganggap bahwa tidak ada hal yang bisa kita lakukan untuk mengubah sesuatu, hanya karena kita telah mencoba berkali-kali dan selalu gagal, maka kita sebenarnya sudah mulai meracuni sistem kita sendiri. Bagi Indra Safri dalam konteks persepakbolaan Indonesia sebenarnya tidak ada masalah yang permanen, dia yakin betul bahwa semua masalah itu akan berlalu. Dia justru menjadikan derita sepakbola Indonesia sebagai faktor pemicu semangat anak-anak asuhnya dan memotivasi pasukannya sebagai agent of change (agen perubahan) untuk sebuah sejarah baru sepakbola Indonesia.
KEMENYELURUHAN adalah suatu anggapan bahwa masalah itu bersifat menyeluruh, akan mengendalikan dan menggerogoti juga seluruh sendi kehidupan kita. Padahal seorang pengejar prestasi akan mengatakan bahwa masalah hanyalah bagian kecil dari sebuah tantangan yang akan dilewati di dalam proses mengejar tujuan. Seorang pengejar prestasi seperti Indra Safri justru mampu memperkecil dan bahkan mengisolir masalah persepakbolaan Indonesia di mata anak-anak asuhnya.
PRIBADI adalah suatu anggapan bahwa masalah itu ada di dalam diri setiap individu-individu. Hal ini yang disebut oleh Anthony Robbins sebagai "masalah pribadi". Atau yang dikenal juga sebagai masalah dengan diri kita sendiri. Seseorang tidaklah mudah untuk langsung bisa merubah secara keseluruhan kehidupannya, tetapi yang paling mungkin dilakukan adalah mengubah tindakan-tindakan kita di bidang tertentu untuk mengatasi masalah kita. Dengan bantuan Indra Safri anak-anak timnas U-19 justru semakin percaya diri untuk mengubur semua masalah-masalah pribadinya (energy shockker), menjadi sebuah kekuatan individu yang saling memompa di dalam team (energy buster). Kepercayaan diri setiap individu di dalam team dibangkitkan dengan kalimat-kalimat Indra Safri sendiri yang selalu diulang-ulang; "Kalian kalau ingin menjadi Juara (Great) maka jangan lakukan dua hal, pertama tidak boleh melawan orang tua dan yang kedua jangan melawan aturan yang sudah diputuskan, selebihnya silakan kalian hajar".
Semoga dengan kebangkitan sepak bola kita ( bangunnya macan Asia) yang dimotori anak-anak usia 19 tahun ini bisa menjadi pemicu untuk bangkitnya semua potensi-potensi terbaik yang dimiliki oleh bangsa ini. Sudah terlalu lama kita tidur panjang. Saatnya sekarang kita bangun dan bangkit untuk mengejar semua ketertinggalan kita dan meraih kembali semua prestasi dan kemenangan yang telah diambil oleh bangsa lain dari seluruh aspek kehidupan kita.

0 Response to "RUNTUHNYA MITOS KETIDAKBERDAYAAN"

Post a Comment